Posted by : star5 Monday, October 22, 2012


Ada sedikit cerita tentang pemburuan Nasi Lonte ini. Itu adalah hari pertama saya tiba di Medan. Pesawat mendarat dari Kuala Lumpur di Polonia Airport Medan sekitar jam 8 malam. Staf Hotel Polonia (hotel yang saya booking) datang menjemput.

Barengan saya ada satu tamu dari Jakarta. Dengan sendirinya saya ajak dia bicara. Rupanya tamu tersebut adalah pengusaha yang secara rutin setiap 2 minggu sekali ke Medan. Dia memberi nasehat agar hati-hati kalau malam hari berkeliaran di Medan karena banyak preman dan tukang taksinya nakal-nakal. Karena omongan dia itulah akhirnya waktu pergi mencari Nasi Lonte saya nggak berani bawa kamera. Sampai hp dan dompet yang berisi kartu kredit dll pun saya simpan di kamar hotel. Saya hanya mengantongi Rp. 100.000 di kantong.

Karena ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, begitu tiba di hotel dan habis mandi, langsung saya turun ke lobby untuk menanyakan lokasi tempat penjualan Nasi Lonte ini. Di bagian Reception pas waktu itu ada 3 orang. Satu cewek, 1 cowok dan 1 tante. Dengan sendirinya saya menghampiri yang cewek dan tanya, �Non, di mana sih kalo mau cari Nasi Lonte?� Rupanya omongan saya terlalu cepat. Yang dia dengar bukan nasi lonte tapi lonte tok. Dengan terkesima dia menjawab, �Lonte? Maaf awak tidak tau.� Karena setelah dijelaskan bahwa yang dimaksud adalah Nasi Lonte dia juga tetap tidak tau, saya menghampiri yang tante. Karena saya pikir pengalaman dan pengetahuan tante kan lebih banyak. Rupanya si tante tidak tau juga, demikian pula dengan yang cowok.

Untung saya sudah ada persiapan dari Menado. Saya keluarkan peta Kota Medan dan menunjuk lokasi Jl. Makmur, tempat penjualan Nasi Lonte itu. Setelah mereka bertiga bertukar pikiran sambil lihat peta, si tante akhirnya bilang sebaiknya dia bilang ama si abang taksi kira-kira di mana Jl. Makmur itu. Spontan saya setuju dan berterima kasih atas kebaikannya.

Rupanya si abang taksi nggak paham juga setelah dijelasin. Setelah puter-puter nggak ketemu, dia nelpon dengan hpnya, tanya ke temennya. Akhirnya dari satu jalan besar dia belok ke satu jalan yang lumayan besar juga dan berhenti di depan pertokoan yang di depannya ada stall jual nasi. Karena takut si abang taksi sembarangan stop dan ngibulin, saya tanya ke tukang parkir di situ dan ternyata benar.

Nasi Lemak dengan Rendang Sapi dan Telor Dadar Rp. 12.000,-

Saya menghampiri ibu yang jual nasi dan tanya sekali lagi apakah benar tempatnya Nasi Lonte. Dia mengangguk-angguk ketawa dan tanya mau makan di tempat atau bungkus. Begitu saya bilang mau bungkus, dia menunjuk ke toko sebelah dan bilang kalau bungkus ibu yang satunya lagi yang nangani. Akhirnya ibu yang satunya lagi itulah yang saya interview sambil membeli 2 bungkus nasi.

Alkisah, dulu mereka jualannya bukan di Jl. Makmur yang sekarang, tapi di Jl. Sei Kambing yang letaknya juga tidak jauh dari tempat sekarang. Waktu itu memang jualannya mulai jam 11.00 malam dan yang beli memang di antaranya ada lonte-lonte (PSK). Tapi dia tidak pernah kasih nama nasinya sebagai Nasi Lonte. Itu adalah nama yang diberikan oleh orang-orang sekitar. Setelah bertahun-tahun dan lumayan maju baru mereka mampu pindah ketempat yang sekarang dan jam jualannyapun dimajuin jadi mulai jam 5 sore.

Ada dua macam nasi yang dijual, yaitu nasi sayur dan nasi lemak. Kedua-duanya lauk-pauk sama. Bedanya cuma yang nasi sayur itu nasinya nasi biasa dan yang nasi lemak itu nasinya nasi uduk. Lauk pauk standardnya adalah labu siam, kacang, ikan teri, ikan gepeng (yang ukurannya 2 kali ikan teri), tauge, sedikit bakmi, sambal dan 2 iris ketimun. Setelah itu kita boleh tambah lauk ekstra seperti ayam goreng dll.

Mau tau harganya? Yang saya beli kan 2 bungkus. Satu bungkus yang nasi sayur saya tambahkan ayam goreng. Harganya cuma Rp. 10.000. Satu bungkus lagi yang nasi lemak saya tambahkan rendang sapi dan telor dadar. Yang ini Rp. 12.000. Wah murah banget. Pantes yang makan disitu banyak dan tidak ada meja yang kosong. Setelah sampai di hotel saya makan kedua bungkus nasi itu sampai hampir habis. Uenak! Dan rasanya unik karena berupa campuran Nasi Jawa dan Nasi Padang. Strongly recommend bila ada SGers yang ke Medan harus cobain hawker food unik dari Medan ini yang namanya juga unik.

Well, hunting Nasi Lonte berhasil. Tapi ada buntutnya yang nggak enak. Taksinya nggak mau pake meter. Waktu sampai di hotel dia minta Rp. 60.000. Nawar-nawar akhirnya jadi Rp. 40.000. Pikir-pikir itu kan sama dengan 4 bungkus nasi sayur dengan ayam goreng. Wah, begitu hari pertama langsung kena getok. Sial amat! (artikel disadur dengan permisi dari sendokgarpu.com tanpa mengubah seluruh materi)
[medantalk.com]


Baca juga artikel ini :

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Tribun Dewasa -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -