Posted by : star5 Wednesday, August 8, 2012

Isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) meningkat tajam menjelang perhelatan Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua pada 20 September mendatang. Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mengatakan Indonesia bukanlah negara dengan dasar agama tertentu, melainkan berlandaskan Pancasila yang mengakui adanya lima agama.

"Jakarta juga pernah dipimpin oleh orang Kristen, dia adalah Henk Ngantung, dia gubenur," ujar Jusuf Kalla di kediamannya di Pondok Indah, Jakarta Selatan, Minggu, 5 Agustus 2012.


HENK NGANTUNG GUBERNUR DKI 1964-1965

Presiden Soekarno mengangkat Henk Ngantung menjadi Gubernur DKI Jakarta karena ingin Jakarta menjadi kota yang berbudaya. Henk bukanlah seorang birokrat atau akademisi, dia adalah seorang seniman dan budayawan yang populer saat itu. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, Henk Ngantung sudah berpameran lukisan di tempat-tempat bergengsi. Termasuk Hotel Des Indes yang merupakan tempat elite pada masanya.


Henk lahir Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret 1921. Pendidikan formalnya tidak tinggi, karena dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar berkesenian dan melukis secara otodidak. Hal itu dibayarnya dengan prestasi di bidang sketsa dan seni lukis.

Tahun 1960, Soekarno mengangkat Henk menjadi wakil Gubernur DKI Jakarta. Tahun 1964, Henk diangkat menjadi gubernur. Sebagai imbas buruknya perekonomian saat itu, kondisi di Jakarta juga tak bagus. Kemiskinan dan pengemis menjadi pemandangan sehari-hari.
Foto Pelantikan Henk Ngantung sebagai Gubernur DKI

Prestasi Henk yang saat ini masih bisa dilihat adalah membuat sketsa patung yang kini berdiri tegak di Bundaran Hotel Indonesia. Henk juga mengabadikan berbagai peristiwa penting di negeri ini lewat sketsanya.

Sepanjang sejarah Jakarta, mungkin nasib Henk pula yang paling tragis. Dia dicopot dari jabatannya karena dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Henk sempat ditahan tanpa pengadilan. Setelah dicopot, Henk tidak punya harta apa-apa. Dia pindah ke gang sempit di Cawang, Jakarta Timur. Matanya buta karena tidak mendapat pengobatan yang tidak semestinya.

Bahkan saat orde baru berkuasa, pihak Pemprov DKI tak mau memasang foto Henk di deretan foto Gubernur DKI Jakarta. Foto Henk hampir saja diturunkan. Adalah Ali Sadikin yang bersikeras agar foto Henk tetap ditaruh di tempat semestinya. Bang Ali ingin Henk dihormati sebagai seorang gubernur DKI Jakarta. Karena itu fotonya harus tetap dipasang di Balaikota DKI sebagai penghormatan.
Presiden Soekarno dan Henk Ngantung

Walau tidak secemerlang Bang Ali, Henk mengajarkan warga Jakarta adanya pluralisme. Seorang gubernur dipilih karena punya kemampuan, bukan sebatas isu SARA.


KARYA BESAR HENK NGANTUNG

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau yang kemudian sangat dikenal dengan nama Henk Ngantung adalah seorang pelukis otodidak berbakat yang telah menciptakan beberapa karya seni lukis monumental dan menjadi koleksi-koleksi penting yang tersimpan di beberapa Istana Negara, Museum, dan Kantor Pemerintahan, serta menjadi buruan kolektor lukisan.
Henk Ngantung adalah pelukis besar

Beberapa lukisannya yang sangat terkenal antara lain lukisan berjudul : �Pemanah�, �Gajah Mada�, �Ibu dan Anak�, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Beliau juga terkenal luas sebagai pelukis yang meliput berbagai peristiwa sejarah penting di Republik ini sejak zaman kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan.

Peristiwa penting yang pernah beliau liput dalam bentuk lukisan sketsa antara lain : Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, dan banyak lagi peristiwa penting lainnya yang diabadikan dalam bentuk lukisan sketsa. Sebagian lukisan sketsa-sketsa ini diabadikan dalam buku �Sketsa-Sketsa Henk Ngantung dari Masa ke Masa�, penerbit Sinar Harapan, 1981. Beliau juga adalah perancang/pencipta Lambang Kostrad dan perancang/pencipta Lambang Pemerintahan Propinsi DKI Jakarta. Henk Ngantung juga adalah sahabat Bung Karno sejak masa penjajahan Jepang. Mereka telah saling mengenal bahkan sebelum Bung Karno menjadi Presiden pertama RI.

Pada Tahun 1957 beliau diangkat menjadi Ketua Seksi Dekorasi dalam Panitia Negara Penerimaan Kepala-Kepala Negara Asing, selanjutnya pada tahun 1959-1966, menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung mewakili Golongan Karya Seniman, 1959-1964 menjadi Wakil Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota. 1964- 15 Juli 1965 beliau diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Sebagai seniman besar yang memiliki komitmen dan dedikasi terhadap cita-cita kemerdekaan, maka atas keinginan Presiden RI pertama, Soekarno, Henk Ngantung diminta untuk menjabat sebagai Wakil Gubernur selanjutnya Gubernur DKI Jakarta. Bung Karno mengharapkan Henk Ngantung dapat menata Kota Jakarta sebagai ibukota Negara yang modern serta memiliki keindahan dengan cita rasa seni yang tinggi. Beberapa karya besar memang dihasilkan selama masa tersebut, antara lain �Tugu Pembebasan Irian Barat� dan �Tugu Selamat Datang�. Desain dari kedua patung tersebut dirancang berdasarkan oleh karya seni lukis yang diciptakan Henk Ngantung.

KONDISI KELUARGA HENK NGANTUNG SAAT INI

Perlu bertanya berkali-kali sebelum bisa menemukan rumah mantan Gubernur DKI Jakarta Hendrik Hermanus Joel Ngantung, di Gang Jambu, Dewi Sartika, Jakarta Timur. Sepanjang sejarah Jakarta, mungkin hanya Henk, mantan gubernur yang tinggal dalam gang sempit.

Gang sempit itu tak cukup dilewati mobil, hanya cukup dilewati dua motor. Di ujung gang, berdirilah sebuah rumah tua yang tak terawat. Di sanalah Henk Ngantunk tinggal setelah diberhentikan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Di sini pula Henk menghabiskan sisa usianya.
Evi Ngantung


"Ya beginilah keadaannya," istri Henk, Evie Ngantung (73), membukakan pintu untuk merdeka.com, Rabu (8/8).

Evie tinggal seorang diri di rumah ini. Luas tanah milik Henk 2.440 meter persegi, sementara luas rumah sekitar 120 meter. Cukup luas untuk saat ini, tapi tahun 1960, rumah dan tanah dalam gang sempit ini harganya murah. Bandingkan dengan rata-rata mantan pejabat yang memiliki rumah tinggal di kawasan elite Menteng, Jakarta Pusat.

"Saya dulu jual rumah di Tanah Abang untuk beli rumah dan tanah di sini. Tahun 1970, saya pindah ke sini," kata Evie.

Kini, hanya satu ruangan yang ditempati Evie. Di ruang keluarga itulah dia menjalankan semua aktivitasnya. Mulai dari makan, tidur, hingga menerima tamu. Ruangan lain sudah rusak tak terawat.

Dapur dan ruang tamu kelihatannya sudah bertahun-tahun tidak diurus. Tak ada perabotan mewah di rumah tersebut. Anak Henk yang berjumlah empat orang sudah tidak tinggal di rumah itu.

"Anak-anak ada yang di Belanda, Manado, Bali, dan Jakarta. Yang di Jakarta kadang saja datang menjenguk," kata Evie.

Evie pun meminta agar bangunan rumahnya yang rusak tidak difoto. "Janganlah yang bocor-bocor difoto. Malu."

Dia mengaku tidak ada perhatian dari pemerintah tentang nasibnya kini. Padahal Henk Ngantung pernah menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 1960-1964 dan Gubernur Jakarta 1964-1965. Henk Ngantung adalah sosok yang membuat sketsa Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia.

"Bapak dicap PKI. Padahal itu tidak pernah terbukti, Orde Baru memang kejam," sesal Evie.
[sumber : metro.news.viva.co.id;merdeka.com]

Baca juga artikel ini :

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Tribun Dewasa -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -