- Back to Home »
- BERITA »
- HKBP SIBUNTUON BALIGE
Posted by : star5
Tuesday, September 4, 2012
Gereja HKBP Sibuntuon Balige |
Gereja HKBP Sibuntuon adalah salah satu jemaat pagaran dari HKBP Ressort Balige, Distrik XI Toba Hasundutan. Letaknya kira-kira 2 Km dari kota Balige ke arah Selatan. Gereja ini berdiri pada tanggal 14 Juli 1885, oleh Misionaris Pendeta Gustav Pilgram. Dan jika Tuhan berkenan, tahun 2010 yang akan datang Gereja ini akan ber-jubileum ke-125 tahun. Untuk mengetahui lebih jelas tentang sejarah berdirinya gereja HKBP Sibuntuon, maka di bawah ini akan dipaparkan.
Sejarah Masuknya Kekristenan ke Sibuntuon
Sebenarnya sudah lama para pemuka masyarakat Toba Balige menanti-nantikan kehadiran para missionaris dari Eropa untuk datang ke Balige, karena mereka baranggapan bahwa para missionaris ini akan mampu membawa perubahan dalam kehidupan mereka. Artinya Injil diterima karena ada kerinduan dari masyarakat Toba Balige dalam memenuhi kebutuhan, seperti: Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon. Mereka melihat pengikut Nommensen (orang Batak yang telah menjadi Kristen) lebih baik, lebih sehat, lebih sejahtera dan lebih damai, sehingga mereka menjadi tertarik. Hal ini terbukti dari daerah-daerah yang telah menerima Injil seperti Silindung dan Humbang yang sudah mengalami kemajuan.
Tetapi, setelah tersiar kematian missionaris Amerika, Samuel Munson dan Henry Lyman tahun 1834 di Lobupining, pemerintah Belanda tidak mengizinkan lagi orang kulit putih pergi ke daerah pedalaman orang Batak.
Di sisi yang lain, para missionaris ini juga sungguh berkeinginan untuk dapat melihat secara langsung keindahan Danau Toba, karena mereka sudah lama mendengar berita tentang Danau Toba di Eropa, namun tidak pernah dapat menyaksikannya dari dekat.
Raja-raja dari Toba Balige sudah beberapa kali pergi ke Tarutung menemui Nommensen. Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan permohonan agar ditempatkan seorang Pendeta di Balige, tetapi permohonan itu tetap saja ditolak.
Pada tahun 1881 raja-raja dari Balige seperti, raja Op. Batutahan Siahaan, raja Op. Bajahuring Siahaan dan raja-raja yang lain, pergi kembali ke Pearaja menyampaikan permohonannya. Kali ini mereka membawa sehelai surat yang berisikan pernyataan perlindungan terhadap hidup dan harta benda missionaris (surat panghangkungion ni hosa dohot barang ni angka tuan pandita). Melihat kesungguhan hati raja dan tokoh-tokoh dari Balige ini, maka Nommensen memenuhi permohonan mereka. Ditempatkanlah di sana Pdt. Gustav Pilgram dan Pdt. Kessel. Kedua Pendeta ini disambut baik oleh masyarakat Balige.
Pendeta Gustav Pilgram telah satu tahun tinggal di Balige, tetapi ia belum fasih benar dalam bahasa Batak. Pada suatu hari ada seorang raja yang berpura-pura mengajari dia tentang bahasa Batak. Raja itu berkata bahwa kata-kata yang hendak diajarkannya sangat baik dan cocok disampaikan dalam khotbah untuk menarik perhatian banyak orang. Pada waktu kebaktian Minggu, Pilgram pun mengucapkan kata-kata yang disampaikan oleh raja tadi dalam khotbahnya. Mendengar kata-kata itu jemaat menjadi ribut, dan suasana kebaktian menjadi kacau, karena ternyata kata-kata yang disampaikan raja itu telah bertentangan dengan tata krama orang Batak. Akibatnya masyarakat menjadi marah kepada Pilgram. Sebagian orang berencana untuk membunuhnya, tetapi sebagian lagi dapat mengerti bahwa Pilgram telah diperdaya oleh seseorang.
Untuk menghindari Pilgram dari amukan massa, maka seorang raja melarikan dia ke tepi Danau Toba, yaitu Lumban Bulbul. Dari sana mereka naik sampan (solu) ke Janji Maria. Kemudian dari Janji Maria, mereka pergi ke Lumban Atas. Di Lumban Atas Pilgram menginap di salah satu rumah teman akrab raja tadi. Namun sekalipun demikian perasaan Pilgram tidak tenang, ia tetap gelisah berhubung karena Lumban Atas cukup berdekatan dengan Balige, dan masyarakat tetap mencarinya. Oleh karena itu, keesokan harinya Pilgram mengungsi lagi ke arah gunung menuju kampung Peatalun. Sebelum sampai ke Peatalan, dia bersembunyi di suatu gua atau yang sering disebut �liang Warneck�. (Disebut �liang ni tuan Warneck�, karena Pendeta Warnecklah yang pertama sekali masuk ke dalam gua itu untuk memeriksanya secara teliti. Gua itu memiliki banyak kamar dan panjang sampai ke Hutabarat Tarutung).
Tetapi, dengan tidak disangka-sangka dan tidak diduga-duga datanglah seorang pelarian yang bernama Antonius Siahaan hendak bersembunyi ke dalam gua itu. Ia bersembunyi ke tempat itu karena tidak mampu membayar utangnya, karena dia adalah seorang pejudi kuat. Pilgram juga menceritakan kepada Antonius bahwa dia bersembunyi di gua itu karena masyarakat Balige hendak membunuh dia. Sehingga di dalam gua itu bertemu dua orang pelarian yang berbeda, satu karena judi, satu lagi karena salib Kristus.
Lalu kesempatan di dalam gua itu dipakai oleh Gustav Pilgram untuk menyadarkan Antonius tentang pekerjaannya yang buruk selama ini. Pilgram mengatakan kepadanya, jika engkau bersedia menemani saya, dan tidak mengulangi lagi perkerjaan buruk itu, maka saya akan melunasi seluruh utang-utangmu. Sejak peristiwa itu mereka berdua tetap bersahabat. Kemudian Antonius Siahaan bertugas untuk mencari makanan bagi mereka serta pembantu utama Pilgram, dalam pelayanan penginjilan selanjutnya.
Setelah beberapa lama mereka tinggal di gua itu, Antonius Siahaan membawa Pilgram ke Peatalun untuk bertemu dengan Guru Maninga Napitupulu (Raja Tajap). Guru Maninga Napitupulu adalah raja desa Peatalun.
Kedatangan Pilgram ke Peatalun disambut baik oleh Guru Maninga Napitupulu. Dan setelah beberapa kali kunjungan Pilgram ke Peatalun, akhirnya mereka menerima Injil. Gereja Peatalun berdiri di sana pada tahun 1882.
Pilgram telah aman di desa Peatalun dan masyarakat di sana telah menjadi sahabatnya, namun sekalipun demikian ia selalu merindukan jemaat Balige. Dalam pikirannya terus bertanya, apakah orang yang telah percaya itu tetap bertahan atau kembali kepada animism. Oleh karena itu ia sangat membutuhkan informasi dari Balige.
Untuk memperoleh informasi tentang Balige, ia sering melakukan perjalanan ke arah Barat menyusuri bukit-bukit. Dari Peatalun Pilgram dan Antonius turun ke Siinggiringgir dan sampai ke dolok rimba. Dolok rimba ini adalah milik Sitanogara Siahaan. Dari sana cukup jelas terlihat Balige.
Dalam perjalanan selanjutnya tibalah Gustav Pilgram ke sebuah desa yang terletak di kaki bukit, yakni desa Sitanogara, yang tidak jauh dari dolok rimba, tempatnya selama ini memandang kota Balige. Desa ini dipimpin oleh raja Tagor Pangaloan Siahaan (Op. Piso). Pilgram ingin bertemu dengan raja itu, sebab ketika Pilgram masih di Tarutung, ia telah mendengar berita tentang raja Ompu Batutahan Siahaan di Balige dan raja Tagor Pangaloan Siahaan di Sibuntuon, sebab kedua raja ini bersahabat dengan akrab.
Tentang perjumpaan Pilgram dengan raja Tagor Pangaloan Siahaan tidak diduga-duga, kerena ketika pertama kali Pilgram tiba di desa itu, ia menyapa seseorang yang sedang duduk-duduk di depan rumahnya. Pilgram mengatakan kepada orang itu hendak bertemu dengan raja Tagor Pangaloan Siahaan. Pilgram juga tidak menduga sama sekali, bahwa orang yang sedang berbicara dengan dia adalah raja Tagor Pangaloan Siahaan sendiri. Namun, setelah panjang lebar pembicaraan mereka, raja Tagor Pangaloan Siahaan pun memperkenalkan diri kepada Pilgram.
Mendengar pernyataan raja itu, Pilgram merasa senang, sebab ia telah bertemu dengan raja Saitnihuta. Kemudian Pilgram mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya ke Toba Balige termasuk ke desa Saitnihuta - Sibuntuon. Maksud itu pun disambut baik oleh raja Tagor Pangaloan Siahaan. Ia berkata: �Kami sudah lama hidup dan dalam hidup ini kami semakin menyadari bahwa adat kami adalah baik. Tetapi, jikalau ada orang datang untuk mengajarkan cara membuat negeri kami lebih baik, makmur, jaya dan bahagia kami pun sangat senang menyambut kedatangannya�.
Seperti telah disinggung di atas, bahwa Pilgram sangat membutuhkan informasi dari Balige. Oleh karena itu ketika mereka sampai di Saitnihuta, Pilgram mengutus Antonius pergi ke Balige untuk melihat secara langsung keadaan di sana. Sambil menunggu kedatangan Antonius Siahaan membawa berita dari Balige, Pilgram memakai kesempatan itu untuk memberitakan firman Tuhan, mengobati orang-orang sakit dan mengajari penduduk desa Saitnihuta.
Hal seperti ini telah terjadi beberapa kali, sehingga pendeta Pilgram semakin akrab dengan penduduk Saitnihuta terutama dengan raja Tagor Pangaloan Siahaan. Mereka saling mengenal, saling menghargai dan saling menghormati. Oleh sebab itu ketika Pilgram meminta supaya dilaksanakan kebaktian di Saitnihuta, raja Tagor Pangaloan Siahaan pun tidak menolaknya. Kebaktian pertama itu terjadi tepat pada tanggal 14 Juli 1885.
Dan hari inilah dianggap sebagai hari jadi Gereja HKBP Sibuntuon Ressort Balige, Distrik XI Toba Hasundutan.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan, bahwa sejarah berdirinya gereja HKBP Sibuntuon tidak terlepas dari sejarah berdirinya Gereja HKBP Balige dan gereja HKBP Peatalun. Sejarah ketiga Gereja ini saling berkaitan satu dengan yang lain, bagaikan mata rantai yang tidak terputus.
Statistik Gereja HKBP Sibuntuon Tahun 2009
A. Data Pelayan
No | Nama/Marga | Tempat Tanggal lahir | Ditahbiskan | Jabatan |
1 | Pdt. Niko Simamora, STh | Medan, 31-1972 | 9-12-2006 | Pimpinan Jemaat |
2 | St. Gorga Siahaan | Lumban Gorat, 8-12-1939 | 20-3-1977 | Ketua Parartaon |
3 | St. Darwin Siahaan | Sibuntuon, 21-3-1953 | 8-12-1985 | Bendahara Huria |
3 | St. Jonni Siahaan | Sibuntuon, 10-6-1960 | 11-6-2006 | Sekretaris Huria |
4 | St. Apul Br. Panggabean | Tarutung, 24-9-1949 | 29-3-1981 | Sintua |
5 | St. Mangasal Siahaan | Sibuntuon, 21-1-1951 | 11-6-2006 | Sintua |
6 | Cl. St. Darwin Siahaan | Sibuntuon, 24-9-1967 | - |
B. Data Anggota Jemaat
Kaum Bapak | Kaum Ibu | Remaja/Pemuda | Sekolah Minggu | Jiwa | KK |
78 | 106 | 146 | 104 | 434 | 91 |
C. Inventaris Gereja
Gereja | Gedung Sekolah Minggu | Rumah Dinas Pelayan | Luas Tanah |
1 Permanen | 1 Permanen | 2 Permanen | 7.012 M2 |
D. Pekerjaan Anggota Jemaat
Petani | Pedagang/Wiraswasta | Pegawai Negeri/Swasta |
95 % | 3 % | 2 % |
BAGIAN DALAM GEREJA HKBP SIBUNTUON
[Sumber : hkbpsibuntuon.blogspot.com]